SELAMAT DATANG. BERI SARAN DAN MASUKAN

KITA BANGGA JADI ORANG INDONESIA.

TERIMA KASIH


Selasa, 04 November 2008

Materi Bahasa Indonesia

Memahami Unsur Kebahasaan


1 Menggunakan Kata Berdasarkan Jenis Maknanya

Makna Denotasi dan Konotasi
Makna denotasi adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas ; sifatnya objektif. Makna kamus atau makna sebenarnya.

Makna konotasi adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) atau pendengar (pembaca); Pengaruh Nilai Rasa.

Konotasi Positif : Memiliki nilai rasa yang baik

Konotasi Negatif : Memiliki nilai rasa yang tidak baik


2. Menggunakan Kata yang Mengalami Perubahan Makna

1) Perubahan makna meluas (Generalisasi)
Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain.
Kata-kata yang sekarang lebih banyak digunakan untuk menyebut
Contoh : setiap sebutan Famili/keluarga (Bapak, Ibu dll)

2) Perubahan makna penyempit (Spesialisasi)
Perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.
Contoh : Sarjana, pendeta

3) Perubahan makna Ameliorasi
Kata yang memiliki nilai rasa yang ‘tinggi’, atau mengenangkan
Contoh : istri

4) Perubahan makna Peyorasi
kata yang memiliki nilai rasa yang ‘rendah’, atau kurang menyenangkan
Contoh : bini

5) Perubahan makna pertukaran tanggapan indra (Sinestesia)
Adanya pertukaran dua indra yang terjadi pada satu kalimat
Contoh : Karena adik sedang marah kata-katanya pedas di dengar

6) Perubahan makna Asosiasi
Penggunaan kata yang memiliki persamaan sifat
Contoh : Anak-anak yang tidak taat aturan itu kita sikat saja.



3 Menggunakan Kata Berdasarkan Hubungan Maknanya

Di dalam bahasa sering kita temui adanya hubungan kemaknaan antara sebuah kata dengan kata lainnya lagi. Hubungan tersebut dapat berupa kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kelainan makna (homonimi), kecakupan makna (hiponimi, hipernimi), kegandaan makna (polisemi, dan ambiguitas), kelebihan makna (redudansi).

1) Sinonimi
Sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan syn yang berarti ‘dengan’. Secara harfiah kata sinonim berarti ‘ nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contohnya kata bunga, kembang, dan puspa adalah kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Kalau kata bunga bersinonim dengan kata kembang, maka kata kembang juga bersinonim dengan kata bunga.

2) Antonimi
Antonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan anti yang artinya ‘melawan’. Maka, secara harfiah kata antonim berarti ‘nama lain untuk benda lain pula’. Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya, kata bagus adalah berantonim dengan kata buruk; kata besar adalah berntonimi dengan kata kecil; kata membeli berantonimi dengan kata menjual. Hubungan makna antara dua buah kata yang berantonim bersifat dua arah. Kalau kata bagus berantonim dengan kata buruk, maka kata buruk juga berntonim dengan kata bagus.

3) Homonimi
Kata homonimi berasal dari kata Yunani kuno ononama yang artinya ‘nama’ dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi artinya sebagai ‘nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara semantik, Verhaar (1978), homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi meknanya tidak sama dengan ungkapan lain yang juga (berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Contoh, antara kata bandar yang berarti ‘pelabuhan’ dengan bandar yang berarti ‘parit’ dan bandar yang berarti ‘pemegang uang dalam perjudian’ inilah yang disebut homonim. Kata bandar yang pertama berhomonim dengan kata bandar yang kedua dan ketiga. Begitu pula sebaliknya karena hubungan homonimi bersifat dua arah.

4) Hiponimi, Hipernimi
Kata hiponimi berasal berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan hypo berarti ‘di bawah’. Secara harfiah berarti ‘nama yang termasuk di bawah nama lain’. Secara semantik Verhaar (1978:137) menyatakan hiponim ialah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Contoh, kata bandeng adalah hiponim terhadap kata ikan sebab makna bandeng berada atau termasuk dalam makna kata ikan. Selain itu, termasuk juga tenggiri, tongkol, mujair, dan sebagainya. Hubungan antara dua buah kata yang berhiponim ini searah. Kata bandeng berhiponim terhadap kata ikan; tetapi kata ikan tidak berhiponim terhadap kata bandeng, sebab makna ikan meliputi seluruh jenis ikan. Hubungan antara ikan dengan bandeng (atau jenis ikan lainnya) disebut hipernimi. Kalau bandeng berhiponim terhadap ikan, maka ikan berhipernim terhadap bandeng.

5) Polisemi
Polisemi diartikan sebagai satuan bahasa (berupa kata, atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh, kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada menusia dan hewan; (2) bagian dari suatu yang terletak di seatau depan dan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala surat, kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dam kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala menerima bantuan Rp10.000,00; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.
Dengan demikian, kata kepala setidaknya mengacu kepada enam buah konsep/makna.



15. 4 Menggunakan Peribahasa

Peribahasa diumpamakan suatu hiasan atau bunga dalam kata-kata. Dengan peribahasa dapat digambarkan suatu maksud dengan tepat. Perkataan biasa akan berpanjang-panjang uraiannya baru sampai kepada yang dimaksud. Dengan peribahasa orang tidak perlu berkata terus terang menyatakan apa yang terasa dihatinya, yag ada kalanya dapat melukai atau menyakiti hati orang yang dimaksud, tetapi apa yang dituju tepat mengenai sasarannya. Jadi, dengan sebuah peribahasa dapat dihindari perkataan-perkataan kasar dan tajam jika akan menyalahkan perbuatan seseorang. Selain itu pula beribahasa dapat digunakan untuk tujuan memuji atau memberi nasihat. Pujian dan nasihat akan lebih memberi hasil jika menggunakan peribahasa daripada berterus terang.